QUO VADIS PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM: HAK ATAU KOMODITAS?



Tangerangtalk – Belakangan ini dunia pendidikan di Indonesia menjadi sorotan yang hangat dibicarakan oleh kalangan akademisi. 

Dengan isu rencana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sempat muncul lewat Permendikbud Nomor 2 Tahun 2014, menimbulkan banyak reaksi dari kalangan mahasiswa. 

Isu-isu seperti komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi dalam dunia pendidikan merupakan hal yang penting untuk terus menerus didiskusikan. Salah satu yang menjadi polemik adalah mengenai status kampus yang telah menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH). 

Namun apakah PTN BH merupakan suatu upaya komersialisasi, liberalisasi, dan privatisasi pendidikan? PTN BH merupakan salah satu status dari tiga PTN yang lahir dari amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. PTN BH sendiri merupakan perguruan tinggi milik negara yang memiliki otonomi penuh dalam pengelolaan keuangan dan sumber dayanya, termasuk dosen dan tenaga pendidik. 

Status yang dimiliki kampus PTN BH tetaplah sepenuhnya milik negara dan bukan milik swasta atau perseorangan, maka negara tetap hadir dalam PTN BH. 

  Kebebasan kampus dalam mengelola finansialnya adalah salah satu hal yang menjadi keunggulan bagi PTN BH sehingga beberapa PTN yang sudah berbadan hukum cenderung memiliki fasilitas yang lebih baik daripada PTN lainnya.

 Keunggulan lainnya yang dimiliki PTN BH adalah dengan otonom yang lebih luas, memungkinkan perguruan tinggi lebih cepat berkembang dan berinovasi dalam mencapai tujuan-tujuan akademis kampus tersebut. 

PTN BH tidak perlu bergantung pada pemerintah, dimana pemerintah seringkali masih belum konsisten dalam merancang sistem pendidikan Indonesia yang tidak terlepas dari dinamika politik di Indonesia.  

Lalu dengan keunggulan tersebut mengapa status PTN BH seringkali dijadikan permasalahan di kalangan mahasiswa? Dengan adanya independensi kampus dalam mengelola keuangan, menimbulkan kekhawatiran dari kalangan mahasiswa bahwa hal ini akan memunculkan komersialisasi dalam dunia pendidikan.

 Dalam mengelola keuangannya, PTN BH akan mencari capital untuk menjalankan roda ekonomi kampus demi mencapai tujuan idealnya. Ketika pendidikan mulai beralih menjadi komoditas bisnis, maka disini terjadi kekhawatiran bahwa mahasiswa akan dijadikan sebagai objek bagi kampus untuk mencari penghasilan. Hal ini sudah terlihat dengan kampus-kampus PTN BH yang cenderung memiliki biaya kuliah yang lebih mahal dibandingkan PTN lainnya. 

Peristiwa ini tentu beresiko menimbulkan komersialisasi hingga privatisasi pendidikan. Dengan mahalnya biaya pendidikan, akan menimbulkan eksklusifitas dalam mengakses pendidikan berkualitas yang akan berpotensi terjadinya segresi kelas sosial antara kelas menengah keatas dengan kelas menengah kebawah. 

Padahal telah tertuang dalam amanat konstitusi Indonesia, pada Alinea keempat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta pada Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sebenarnya pemerintah telah berupaya dengan meyediakan beasiswa dan bantuan-bantuan lainnya. 

Namun hal ini belum cukup karena beasiswa hanya ditujukan bagi sebagian orang saja, belum lagi dengan banyaknya beasiswa yang tidak tepat sasaran. 

Dalam sepuluh tahun terakhir, banyak kampus beralih menjadi PTN BH, setidaknya terdapat 21 perguruan tinggi negeri yang telah berbadan hukum. 

Dengan banyaknya perpindahan status ini, diharapkan kampus jangan hanya berlomba-lomba demi gengsi namun perlu diperhatikan tantangan-tantangan yang ada. Pencarian dana tidak patut dibebankan pada mahasiswa, perpindahan status kampus menjadi PTN BH harusnya menaikan mutu kampus tanpa memberatkan mahasiswanya. 

Kapitalisasi pendidikan yang terjadi dalam PTN BH tersebut memiliki pros and cons, namun perlu ditegaskan hakikat pendidikan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan pendidikan, bukan hanya ditujukan sebagai pemenuhan kebutuhan industrial dan menciptakan tenaga kerja upah murah. 

Pendidikan tidak boleh hanya dijadikan komoditas bisnis dan menjadikan mahasiswanya sebagai “produk” dan “pelanggan” universitas. Mengacu pada falsafah pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan adalah untuk menjadikan manusia sebagai satu keutuhan. 

*Penulis: Mahsyar Pandu satya_Mahasiswa Fakultas Hukum Untirta


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url