Kecerobohan Aparat Penegak Hukum Dalam Penangkapan Pelaku Pembunuhan Kasus Vina Cirebon
Indah Fitaloka_ Permahi Komisariat Untirta |
Tangerangtalk - Kasus Vina Cirebon yang terjadi pada 2016 silam , Kembali menjadi perhatian publik, pasalnya dalam kasus tersebut masih banyak kejanggalan hingga masih belum ditemukannya semua pelaku dalam kasus tersebut, 2016 silam menjadi tahun kelam yang menimpa Vina dan Eki dimana pasalnya pada tahun tersebut menjadi tahun terbunuhmya mereka berdua, di laporkan Vina dan eki menjalin kasih.
Cerita pembunuhan itu bermula pada 27 agustus 2016 malam, vina dan eki berkeliling kota Cirebon namun saat perjalanan mereka di ringkus oleh gerombolan geng motor yang bernama Moonraker. Geng motor tersebut terus mengejar mereka berdua dan terus memepet hingga akhirnya mereka terjatuh di fly over, setelah di lempari batu hingga akhirnya terjatuh dari motor mereka berdua di bawa ke sebuah lahan kosong di dekat SMPN 11 cirebon, disana mereka mendapat kekerasan fisik, bahkan vina di perkosa secara bergantian oleh 11 anggota geng motor tersebut. Hingga akhirnya mereka berdua meninggal dunia, namun setelah melakukan aksi bejatnya, geng motor tersebut kemudian membuang tubuh vina dan eki di tempat semula mereka terjatuh. Agar keduanya tampak seperti mengalami kecelakaan tunggal.
Setelah keesokan harinya ditemukanlah tubuh eki dan vina di lokasi, polisi menyebutkan bahwa vina dan eki mengalami kecelakaan lalu lintas akibat menabrak tiang listrik dan trotoar di jembatan layang hingga pihak keluarga pun menyangka bahwa mereka berdua memang mengalami kecelakaan tunggal, namun karena luka yang sangat parah di tubuh vina , pihak keluarga menjadi curiga dan polisi kemudian melakukan penyidikan ulang hingga akhirnya ditemukan fakta bahwa tewasnya vina dan eki tersebut bukanlah akibat kecelakaan tunggal, melainkan dibunuh.
Hingga akhirnya 8 dari 11 orang pelaku tertangkap,yakni eka sandi,jaya,supriyanto,hadi saputra,Sudirman,eko ramadhani,rivaldi Aditya wardana,dan saka tatal berhasil diringkus, dan 7 diantaranya dikenakan hukuman penjara seumur hidup,sedangkan satu lainnya mendapatkan hukuman 8 tahun penjara karena masih dibawah umur dan saat ini ia sudah bebas dari penjara, karena hanya 8 yang sudah tertangkap, masih ada 3 orang yang dinyatakan buronan dalam kasus pembunuhan kasus tersebut.
Namun akhirnya Kisah ini kembali mendapat perhatian publik karena kisah ini diangkat menjadi sebuah film, yang mana saat itu juga saya dengan kawan-kawan permahi untirta melakukan nonton Bersama, dimana dalam film tersebut diceritakan bagaimana kekejian dan bengisnya geng motor tersebut. Dalam film itu juga di ceritakan bahwa kasus ini dilatarbelakangi karena adanya rasa sakit hati yang di timpa oleh salah satu anggota geng motor moonraker tersebut yang bernama egi, yang pada saat itu menyukai vina, namun karena tidak mendapat balasan cintanya tersebut timbullah rasa sakit hati yang melatar belakangi terjadinya penganiayaan dan pembunuhan terhadap vina.dalam film itu juga diceritakan bahwa teman vina yang bernama linda kerasukan arwah vina yang mana dalam film tersebut saat kerasukan arwah vina, linda menyebutkan bahwa egilah dalang di balik pembunuhan terhadap vina. Hal ini juga bisa menjadi kunci atau mempermudah pihak kepolisian untuk mengetahui siapa dalang di balik terbunuhnya vina ,walaupun memang harus dilakukan penyidikan terlebih dahulu.
Setelah rilisnya film tersebut, aparat hukum akhirnya melakukan penyelidikan Kembali untuk mencari Kembali buronan dalam kasus yang terjadi 2016 tersebut. Hingga akhirnya pada 21 mei 2024, aparat kepolisian menangkap pegi Setiawan yang digadang-gadang merupakan kunci dari pembunuhan vina Cirebon.
Namun terjadilah isu dugaan aparat salah tangkap dalam kasus pembunuhan vina Cirebon kini menjadi perbincangan di media , karena egi atau pegi yang ditangkap berbeda dengan yang diceritakan dalam film. Selain itu wajah dari pegi Setiawan tersebut berbeda dengan egi yang digadang- gadang merupakan pembunuh atau kunci dari pembunuhan vina Cirebon. Selain itu juga di ungkapkan dalam tribunjakarta.com paman vina atau ali alatas tidak yakin pegi Setiawan merupakan pelaku pembunuhan keponakannya di sampaikan pada minggu (7/7/2024).
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechssstaats), yang mana tertuang dalam pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 (UUD Negara RI 1945) bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaats), sehingga semua elemen dalam melaksanakan Tindakan apapun harus di landasi oleh hukum.prinsip-prinsip yang terkandung dalam negara hukum berkaitan dengan Hak asasi manusia (ham), jelas diterangkan dalam pasal 1 butir 1 udang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugerah nya yang wajib dihormati,dijunjung tinggi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Sistem peradilan hukum pidana pada hakikatnya merupakan suatu proses peradilan pidana dalam rangka penegakkan hukum dan berhubungan sekali dengan perundang-undangan pidana. Sistem peradilan Indonesia terdiri dari 4 (empat) sistem yakni penyidikan,penuntuttan,peradilan dan Lembaga permasyarakatan. Berbicara tentang penyidikan yang berwenang melakukan penyidikan adalah pihak kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dilaksanakan penyidikan tidak terlepas dari kaitannya dengan The right of due process yang mana setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik terlebih dahulu sesuai dengan hukum acara, untuk kepentingan penyidikan sangat erat kaitannya dengan masalah penangkapan,seperti halnya diatur dalam pasal 1 butir 8 dan 10 undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian negara republik Indonesia. Kewenangan yang dimilikinya sebagai penyidik serta penyelidik pihak kepolisian juga berhak melakukan dalam penangkapan guna sebagai kegiatan penyidikan suatu kasus.
Berkaca pada kasus hasan basri yang dulu pernah menjadi korban salah tangkap dalam putusan no.2161 k/pid/2012. Dimana setelah ia di vonis mendapat kurungan penjara akhirnya setelah beberapa waktu mendapat kurungan ia dinyatakan terbukti tidak bersalah, untuk itu jika memang benar telah terjadinya salah tangkap maka benar telah terjadinya lagi error in persona oleh aparat penegak hukum, error in persona ialah kesalahan dalam mengidentifikasi seseorang secara pribadi atau dalam kapasitasnya. Selain itu jika memang benar terjadinya salah tangkap maka memang benar telah terjadinya kecerobohan oleh aparat penegak hukum. Hal ini dapat menyebabkan pelanggaran Ham pada orang yang tidak bersalah dan victimology menjadi usaha untuk menghadapi dan manggulangi masalah kejahatan dalam berbagai bidang kehidupan. Sebab korban salah tangkap dalam hukum di Indonesia dilindungi oleh LPSK (Lembaga perlindungan saksi dan korban), dimana pihak/korban yang dirasa dirugikan karena adanya salah tangkap maka dapat melaporkan kasusnya kepada Lembaga perlindungan saksi dan korban. Selain itu, korban salah tangkap merupakan kasus pelanggaran Ham dan termasuk kedalam kejahatan yang serius.
Para pihak yang memang dirasa di rugikan menurut hukum wajib di berikan ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan peradilan yang menganut dokrin civil law system. Yang mana saat ini Indonesia menganut sistem hukum ini, dimana dalam sistem ini ditekankan bahwa aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis dalam sistematika hukum serta tuntutan berupa ganti rugi dapat diajukan melalui persidangan praperadilan di pengadilan negeri akibat adanya Tindakan yang merugikan.
Dalam pasal 1 ayat 22 KUHAP di jelaskan ganti kerugian merupakan hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap,ditahan,dituntut ataupun diadili,tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut tata cara yang diatur dalam KUHAP.
Untuk itu jika benar pegi Setiawan bukan dalang di balik pembunuhan vina dan eki, maka beliau berhak mendapatkan ganti kerugian yang mana tersebut tertuang dalam pasal 1 ayat 22 KUHAP.
Berdasarkan uraian tersebut diatas , penulis berpendapat bahwa setiap penyidikan ataupun penyelidikan oleh penegak hukum dalam menangani berbagai permasalahan salah tangkap diperlukan suatu mekanisme untuk mencegah terjadinya salah tangkap dan peradilan serta pemulihan yang efektif bagi para korban salah tangkap dan peradilan sesat.
Konsekuensi hukum dalam kasus salah tangkap tersebut seharusnya tidak hanya bagi pihak korban-korban salah tangkapnya saja, seharusnya demi memenuhi rasa berkeadilan dalam masyarakat semestinya juga ada tanggung jawab dari aparat penegak hukum, secara ius constitutum, perlindungan hukum yang diberikan terhadap terdakwa terindikasi salah tangkap adalah diperlakukan sama seperti terdakwa lainnya yakni diberikan hak-haknya berdasarkan KUHAP. Secara ius constituendum perlindungan hukum yang berkaitan dengan hak terdakwa sudah diatur dalam instrument internasional,seperti konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik (international convenant on civil and political rights) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan di tuangkan dalam UU no.12 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Sehingga para penyidik pun harus lebih professional dalam melakukan tugasnya. Apabila penyidikan polri secara hukum pidana benar telah terjadi salah tangkap atau error in persona dalam melakukan tugas kepolisian dapat dipidanakan atau dituntut sesuai penyalahgunaaan wewenag kepolisian. Penyidik juga wajib untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara tertutup ataupun secara terbuka.
Selain itu jika memang benar penangkapan Pegi Setiawan telah terjadinya error in persona, maka seharusnya aparat penegak hukum bisa lebih berhati-hati dalam melakukan penyidikan, dan mencari pembelajaran seperti yang telah terjadi dalam kasus hasan basri.