Opini: Pendekatan Restorative Justice, Solusi Penyelesaian Tindak Pidana Anak

 

Opini: Pendekatan Restorative Justice, Solusi Penyelesaian Tindak Pidana Anak

Tangerangtalk - Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child )yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.

Problematika penyelesaian masalah anak yang berhadap dengan hukum merupakan hal yang masih menarik untuk dikaji dewasa ini. Dalam faktanya di Indonesia kasus terhadap anak pada tahun 2023 naik menjadi 30 % dibanding tahun-tahun sebelumnya atau terdapat 3.547 aduan kasus kekerasan terhadap anak yang diterima sepanjang 2023 (Menurut Komnas PA/ Komisi Nasional Perlindungan Anak ).

Dari fakta tersebut bahwa perlunya penyelesaian kasus yang tepat sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku, yakni Undang-Undang Sistem Peradilan anak yakni Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 mengenai pelaksanaan penyelesaian masalah anak yang berhadapan dengan hukum dengan keadilan restoratif (Restorative Justice) melalui sistem diversi.

 Lebih dari 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti pencurian Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial.

 Dengan demikian, tidak mengejutkan jika sembilan dari sepuluh anaknya dijebloskan ke penjara atau rumah tahanan. Sebagai contoh sepanjang tahun 2000 tercatat dalam statistik criminal kepolisian terdapat lebih dari 11.344 anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan Januari hingga Mei 2002 ditemukan 4.325 tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia.

Jumlah tersebut belum termasuk anak anak yang ditahan di kantor polisi (polsek, polres, polda, mabes). Kemudian pada tahun yang sama tercatat 9.456 anak anak yang berstatus anak didik (anak sipil, anak Negara, dan anak pidana) tersebar di seluruh Rutan dan LP untuk orang dewasa. 

Mengacu pada prinsip-prinsip tentang perlindungan anak keadilan terutama prinsip yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa disebut diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak dan justru dalam LP rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.

Oleh karena itulah mengapa diversi khususnya melalui konsep Restorative Justice menjadi suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.

Oleh karena itu muncul sebuah ide apakah efektif diversi dan konsep restorative justice sebagai jalan keluar dari penyelesaian tindak pidana anak?, lalu bagaimana penerapan diversi dan konsep restorative dalam menyelesaikan permasalahan tindak pidana anak?

                       Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai seseorang yang belum dewasa, atau keturunan dari orang tua. Menurut UU No.39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 1 angka 5 “ Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Restorative Justice atau Keadilan Restoratif menurut Undang-Undang SPPA adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan, kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Sementara itu, Diversi merupakan bagian dari Restorative Justice, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Konsep diversi dan restorative justice merupakan bentuk alternatif penyelesaian tindak pidana yang diarahkan kepada penyelesaian secara informal dengan melibatkan semua pihak yang terkait dalam tindak pidana yang terjadi.

Penyelesaian dengan konsep diversi dan restorative justice merupakan suatu bentuk penyelesaian tindak pidana yang telah berkembang di beberapa negara dalam menanggulangi kejahatan. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Penyelesaian tindak pidana anak yang berkonflik dengan hukum dengan menggunakan konsep Diversi melalui pendekatan keadilan restorative justice yaitu penyelesaian yang melibatkan semua pihak dan secara bersama-sama mengatasi perkara dan mencari solusi yang terbaik terhadap perkara yang dihadapi anak dengan demikian perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang lebih mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Menurut Muladi, Restorative Justice atau keadilan restorative adalah sebuah teori yang menekankan pada memulihkan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Memulihkan kerugian ini akan tercapai dengan adanya proses-proses kooperatif yang mencakup semua pihak yang berkepentingan.

 Diversi sendiri digambarkan sebagai suatu sistem dimana fasilitator mengatur proses penyelesaian pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan sebagai keadilan restoratif, yang dikalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah mufakat”.

Dalam melaksanakan diversi, di mana menjadi suatu kewajiban untuk dilaksanakan di setiap tingkatan pemeriksaan, penyidik, penuntut umum, serta hakim harus mempertimbangkan tindak pidana, hasil penelitian mengenai anak dari Badan Pemasyarakatan, serta dukungan dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

 Ketentuan tersebut merupakan indikator bahwa semakin rendah ancaman pidana maka semakin tinggi prioritas diversi. Tujuan Diversi menurut Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) adalah :

1) mencapai perdamaian antara korban dan anak;

2) menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan;

3) menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;

4) menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Syarat-syarat dilakukan ide diversi dalam perkara anak, yaitu :

1) Pelaku anak yang baru pertama kali melakukan tindak pidana;

2) Umur anak relatif masih muda;

3) Implementasi bentuk program-program diversi yang dikenakan pada anak mendapat persetujuan pada orang tua/wali, maupun anak yang bersangkutan;

4) Kejahatan yang dilakukan dapat tindak pidana yang ringan ataupun yang berat (dalam kasus tertentu);

5) Anak telah mengaku bersalah melakukan tindak pidana/kejahatan;

Dalam pelaksanaannya, keadilan restoratif dilandasi oleh beberapa prinsip:

1. Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban dan kelompok masyarakat dalam menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, koran dan masyarakat sebagai ”stakeholders” yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solution).

2. Mendorong pelaku/anak bertanggungjawab terhadap korban atas peristiwa atau tindak pidana yang telah menimbulkan cedera atau kerugian pada korban. Selanjutnya membangun tanggungjawab untuk tidak mengulangi lg perbuatan pidana yang pernah dilakukannya.

3. Menempatkan peristiwa atau tindak pidana terutama sebagai suatu bentuk pelanggaran antar individu yaitu hukum, melainkan sebagai pelanggaran oleh seseorang (sekelompok orang) terhadap seseorang (sekelompok orang). Oleh karena itu, sudah semestinya pelaku diarahkan pada pertanggungjawaban terhadap korban, bukan mengutamakan pertanggungjawaban hukum (legal formal).

4. Mendorong menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana dengan caracara yang lebih informal dan personal, daripada penyelesaian dengan cara beracara yang formal di pengadilan.

Syarat-syarat penerapan restorative justice adalah:

a. Syarat pada diri pelaku:

• Usia anak

• ancaman hukuman (maksimum 7 tahun)

• Pelaku mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya

• Persetujuan korban dan keluarga

• Tingkat seringnya pelaku melakukan tindak pidana (residiv)

b. Sifat dan jumlah pelanggaran yang dilakukan sebelumnya (residiv) Jika sebelumnya anak pernah melakukan pelanggaran hukum ringan, restorative justice harus tetap menjadi pertimbangan. Kesulitan untuk memberikan restorative justice akam muncul ketika menemukan catatan bahwa anak sering melakukan perbuatan pelanggaran hukum (residiv)

c. Apakah pelaku anak mengakui tindak pidana yang dilakukan dan menyesalinya? Jika anak mengakui dan menyesali perbuatannya, maka hal ini menjadi sebuah pertimbangan posotif untuk dapat menangani dengan pendekatan restorative justice.

                  Diversi dan restorative justice, merupakan langkah awal dan terakhir dalam menyelesaikan perkara pidana anak untuk dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Dikarenakan konsep diversi dan pendekatan restorative justice berpegang pada prinsip-prinsip umum anak yaitu prinsip nondiskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak, prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan prinsip penghargaan terhadap pendapat anak. Serta lahirnya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak semakin mempertegas kedua konsep penyelesaian ini untuk diterapkan di segala tahapan perkara anak. Bentuk restorative justice dalam penanganan kasus anak yang dikenal adalah reparative board atau youth panel merupakan suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat, mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara bersama bermusyawarah untuk memberikan sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat.

Pelaksananan diversi dan restorative justice memberikan dukungan terhadap proses perlindungan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan prinsip utama dari diversi dan restorative justice adalah menghindarkan pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana formal dan memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana penjara.

 Kewajiban mengupayakan Diversi dengan pendekatan Restorative Justice disetiap tahapan-tahapan dalam proses peradilan pidana anak yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan cara yang sangat baik dalam upaya memberikan perlindungan hukum pada proses peradilan pidana anak.

Diversi sebagai langkah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana dengan mengutamakan pendekatan Restorative Justice yang dapat dilakukan dengan cara musyawarah atau mediasi yang menekankan upaya pemulihan kembali pada keadaan semula secara kekeluargaan dengan memerhatikan antara pelaku, korban, dan orang yang terdampak dari tindak pidana yang dilakukan tersebut.*

*Arya Jons Simanjuntak_Permahi Komisariat Untirta

   

 

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url