Opini Harapan Pasca Pilkada 2024
Oleh Walminah_Permahi Untirta |
Tangerangtalk – "Pemilu Bukan untuk memilih yang Terbaik, Tetapi untuk Mencegah yang Terburuk Berkuasa" - Franz Magnis Suseno -
Pada tahun 2024 ini Indonesia melaksanakan 2 mekanisme politik untuk mengejawantahkan kedaulatan rakyat, yakni Pemilu dan Pilkada. 2 mekanisme tersebut berperan untuk mengatur peralihan kekuasaan secara aman, tertib, jujur, dan demokratis. Pemilu 2024 diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPRD, dan DPD sedangkan Pilkada dilaksanakan untuk memilih kepala daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota yakni pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Dengan pemilih mencapai 192 juta jiwa, inilah pemilu terbesar pertama di Indonesia. Kita menaruh banyak harapan atas perhelatan akbar ini untuk menegaskan kembali komitmen sekaligus menguatkan kembali demokrasi yang ada di Indonesia. Bisa dipastikan banyak mata yang memantau penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 di Indonesia sebagai laboratorium pembelajaran politik dan demokrasi di masa depan. Kita tidak dapat menutup mata bahwa dalam pelaksanaannya pasti menghadirkan serangkaian persoalan.
Pertama, berkembangnya fake news, misinformasi, dan hoaks yang dilakukan secara sistematis dan masif. Dari hari ke hari publik dibuat panik oleh isu-isu penggiringan opini kesana-kemari bahkan sampai memunculkan perselisihan diantara kubu-kubu pendukung para pihak tertentu.
Kedua, berkembangnya isu-isu primordial berupa suku, agama, ras dan golongan yang dengan sengaja dieksploitasi untuk memengaruhi paradigma dari para pemilih. Ini tentu merupakan salah satu peringatan bahaya karena berpotensi menciderai demokrasi sekaligus menstimulasi konflik-konflik sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang beragam.
Ketiga, Pemilu dan Pilkada serempak melahirkan berbagai kompleksitas berupa kebingungan pemilih karena harus memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD, dan DPD dan pada pelaksanaan Pilkada pemilih mengalami kebingungan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota bukan karena banyaknya pasangan calon yang akan dipilih secara serempak tapi sulit menentukan kualitas yang hendak dipilih saat ini. Jika kita refleksikan "Pemilu Bukan untuk memilih yang Terbaik, Tetapi untuk Mencegah yang Terburuk Berkuasa" - Franz Magnis Suseno - refleksi saat ini adalah justru "Yang Terburuk Saling Berebut untuk Berkuasa". Adapun hal tersebut berkorelasi dengan visi misi pasangan calon yang tidak menekan pada titik suatu permasalahan yang ada di daerah-daerah Indonesia saat ini dan track record dari pasangan calon yang belum menunjukkan transparansi sehingga tidak memperlihatkan apakah mereka memiliki kapabilitas dan elektabilitas, yang dimana track record merupakan salah satu aspek dari pada pembuktian yang nyata dari kualitas pasangan calon yang ada sehingga menentukan apakah mereka memang layak untuk dipilih dan menjadi perwakilan rakyat dalam mengambil kebijakan publik.
Jika kita berbicara terkait sebuah transparansi, untuk visi dan misi dari pasangan calon saja masih belum tersosialisasikan secara baik yang artinya masih belum ada kemasifan dari pemberian informasi terkait pasangan calon kepada publik yang berakibat dimana pemilih tidak mendapatkan informasi yang akurat dan detail terkait siapa pasangan calon yang akan menduduki kursi-kursi kebijakan daerah tersebut. Hal ini tentu menjadi permasalahan serius karena demokrasi bertumpu pada terpenuhinya hak pemilih untuk mengetahui berbagai informasi publik terkait dengan para calon yang turut serta dalam kontestasi politik dan hendak dipilih oleh rakyat.
Adapun terkait pemilih pemula dan muda yang oleh KPU diperkirakan mencapai 14 juta jiwa, tentu diperlukan sosialisasi dan pendidikan pemilu yang masif dan efektif. Sebagai kelompok muda yang terpelajar dan idealis, mereka tentu tidak mau terjebak dalam konflik-konflik sosial yang justru mendestruksi semangat kebangsaan. Adapun hal fundamental lainnya adalah generasi milenial dan generasi sebelumnya yang masih memerlukan pemahaman mendalam tentang penggunaan hak pilih dan prospeknya bagi penguatan demokrasi.
Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan jaminan atas Hak Asasi Manusia yang diatur secara khusus tentang jaminan atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 28 F. “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Pasal 28 F menjadi dasar kelahiran regulasi yang mengatur kebebasan untuk memperoleh informasi publik (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) yang disahkan dan diundangkan pada 30 April 2008, dan mulai berlaku secara efektif pada 30 April 2010. UU KIP memiliki tujuan
yaitu menjamin hak warga negara untuk:
1. Mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.
2. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik.
3. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.
4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif, dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
5. Mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Akses terhadap informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosial serta menjadi bagian penting bagi ketahanan sosialnya. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik (good governance).