Hak atas Privasi sebagai Tantangan Baru bagi Hukum dan HAM di Era Digital

 

Hak atas Privasi sebagai Tantangan Baru bagi Hukum dan HAM di Era Digital
Rahma Dinda Sumayya (1111220135)

Opini, Tangerangtalk - Hak Asasi Manusia merupakan hak fundamental yang melekat pada semua individu secara alami dan tidak terpisahkan. 

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, konsep Hak Asasi Manusia menghadapi tantangan baru, terutama dalam melindungi hak-hak individu di ranah digital. Teknologi yang seharusnya menjadi alat untuk memajukan kehidupan manusia justru kerap digunakan untuk memantau, mengumpulkan, dan mengeksploitasi data pribadi tanpa persetujuan individu yang bersangkutan.

Perlindungan hak asasi manusia (HAM) di era digital menjadi semakin penting seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hak Asasi Manusia di era digital ini memiliki relevansi yang signifikan, mengenai kompleksitas isu-isu teknologi informasi dan komunikasi.

Hak atas privasi merupakan bagian dari HAM, kini berada di bawah ancaman yang semakin kompleks. Data pribadi pengguna sering kali menjadi komoditas berharga di era ekonomi digital, yang diperdagangkan oleh perusahaan teknologi atau digunakan oleh pihak ketiga untuk berbagai kepentingan, termasuk periklanan, analisis perilaku, bahkan manipulasi politik.

Hak privasi merupakan hak konstitusional warga negara yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28G ayat (1) “bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia”.

Perlindungan Data Pribadi juga merupakan bagian dari hak asasi manusia yang fundamental, beberapa juga negara telah mengakui perlindungan data pribadi sebagai hak konstitusional sebagai pengamanan terhadap data pribadinya dan sebagai pembenaran apabila ditemukan kesalahan terhadap data-data pribadinya.

Pengumpulan dan penyebarluasan data pribadi merupakan pelanggaran atas hak privasi seseorang karena hak privasi mencakup sesorang tersebut memberikan atau tidak data pribadi tersebut. Di Indonesia saat ini banyak terjadi permasalahan hukum yang menyalahgunakan data pribadi seseorang untuk kepentingan pribadi. Namun, disisi lain banyak kasus kebocoran data masyarakat yang berasal dari instansi pemerintah. Kasus yang terjadi bulan mei 2022 ada data 297 juta peserta BPJS terekspos dan kasus kebocoran data 2,3 juta pemilih dari Komisi Pemilihan Umum.

Indonesia telah melakukan reformasi hukum dengan hadirnya UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Kehadiran undang-undang ini mencerminkan komitmen negara untuk memenuhi hak konstitusional warga negara dengan melindungi data pribadi di era digital, di mana ancaman terhadap privasi semakin kompleks. Kehadiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menguatkan hak-hak warga negara Indonesia tentang privasi dan perlindungan pribadi yang terjamin dan dilindungi dengan baik sehingga menciptakan persepsi dan kepercayaan masyarakat untuk memberikan data pribadi kepada isntansi pemerintah atau penyelenggara aplikasi.

Kehadiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia menjadi langkah besar dalam melindungi privasi warga negara di era digital. Namun, masih banyak tantangan dan permasalahan yang harus segera ditangani, yaitu:

· Sebagian besar masyarakat Indonesia belum memahami hak mereka atas data pribadi dan risiko penyalahgunaannya. Di indonesia masih banyak yang individu memberikan data pribadi secara sukarela tanpa mengetahui bagaimana data tersebut akan digunakan.

· Secara regulasi undang-undang tersebut mampu memberikan reformasi hukum yang baik namun secara implementasi indonesia masih memerlukan infrastruktur hukum dan teknis yang memadai, seperti sistem pengelolaan data yang aman dan mekanisme pengawasan yang efektif.

· Dengan pesatnya pertumbuhan teknologi dunia UU PDP tidak cukup fleksibel untuk mengakomodasi risiko baru yang muncul dari inovasi teknologi seperti pengenalan wajah, pelacakan Lokasi, bahkan sampai teknologi meta verse. Undang-undang PDP saat ini belum mengatur tentang hal tersebut sehingga memerlukan reformasi hukum yang komprehensif untuk menjawab tantangan tersebut

Solusi

· Pemerintah perlu memberikan program edukasi mengenai pentingnya perlindungan data pribadi melalui kampanye media, seminar, pelatihan, dan pemberian materi pendidikan yang mudah diakses oleh publik. Dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka tentang data pribadi.

· Pemerintah wajib berinvestasi dalam mengembangkan infrastruktur keamanan data di tingkat nasional, yang mencakup pusat data yang aman, sistem enkripsi yang kuat, dan protokol perlindungan data yang terstandarisasi agar tidak terjadi kembali kasus kasus kebocoran dan kebobolan data oleh instansi pemerintah

· Pemerintah juga harus memperbaharui undang-undang PDP dengan menetapkan kebijakan yang jelas dan ketat mengenai penggunaan dan pemrosesan data pribadi oleh perusahaan dan lembaga negara dan membatasi pengumpulan data yang tidak relevan atau berlebihan dan memastikan adanya persetujuan eksplisit dari pemilik data untuk setiap penggunaan agar mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi dengan memastikan bahwa data hanya digunakan untuk tujuan yang sah dan sesuai dengan persetujuan yang diberikan oleh pemilik data.

Meskipun undang-undang PDP hadir sebagai langkah maju, namun keberhasilannya sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mengatasi tantangan dan problematika yang muncul. Dengan memperkuat literasi digital, infrastruktur hukum, dan kolaborasi internasional, UU PDP dapat menjadi alat yang efektif untuk melindungi privasi warga negara di era digital.

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url