ADANYA KETERLIBATAN MENDES DALAM KAMPANYE. PILKADA KABUPATEN SERANG DI ULANG?

Firhatun Nufus_Permahi Untirta

Tangerangtalk - Ratu Rachmatu Zakiyah, yang merupakan calon Bupati Kabupaten Serang pada November 2024 yang juga merupakan istri dari Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto. 

Suara pasangan calon nomor urut 2 Ratu Rachmatu Zakiyah dan Muhammad Najib Humas berhasil unggul di atas paslon 1 yaitu Andika Hazrumi dan Nanang Supriatna dalam pilkada 2024 dengan perolehan suara 598.654. Kemenangan Ratu Rachmatu Zakiyah sebagai Calon Bupati sempat dicurigai adanya pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Ratu dan Yandri sebagai suaminya.

Pada senin, 24 Februari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menganulir kemenangan Ratu Rachmatu Zakiyah-Muhammad Najib Humas sebagai Bupati Serang di Pilkada 2024 atas gugatan dari Andika Hazrumi-Nanang Supriatna sebagai pasangan calon nomor urut 1 yang menduga adanya pelanggaran yang sistematis dalam Pilbup Kabupaten Serang.

Bukti dan fakta serta pengakuan dari beberapa Kepala Desa, salah satunya yaitu Kepala Desa Bojong Pandan sebagai saksi bahwa adanya keterlibatan Mendes dibalik kemenangan Ratu Rachmatu Zakiyah-Muhammad Najib Humas. Adanya dugaan pertautan kepentingan antara Mendes Yandri dengan kemenangan istrinya yaitu pasangan calon nomor urut 2 tersebut dikuatkan oleh adanya acara Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) yang dihadiri oleh Mendes Yandri dan Ratu di Hotel Marbella Anyer pada 3 Oktober 2024.

Dalam acara tersebut, adanya kesaksian para saksi yang menemukan fakta bahwa adanya dukungan para kepala desa terhadap paslon nomor urut 2. Medes Yandri sebagai suami dari Ratu terbukti melaksanakan dan menghadiri kegiatan yang mengarahkan kepala desa untuk mendukung pasangan calon nomor urut 2. Dalam hal ini Kepala Desa memiliki peran yang signifikan untuk mengarahkan para pemilih yang merupakan warga desanya masing-masing untuk memilih paslon nomor urut 2, sehingga berdampak terhadap keuntungan salah satu pasangan calon yaitu pasangan calon nomor urut 2.

Dengan adanya bukti, serta kesaksian para saksi, Mahkamah Konstitusi sudah mencermati adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Mendes Yandri Susanto dibalik kemenangan pasangan calon nomor urut 2 tersebut. Hal tersebut terungkap dalam Sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati (PHPU Bup) Kabupaten Serang untuk perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025.

Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan batal keputusan KPU Kabupaten Serang Nomor 2028 Tahun 2024 tetang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serang Tahun 2024. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU Kabupaten Serang untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Serang.

Sebagai seorang Pejabat Pemerintah, Mendes Yandri tidak boleh cawe-cawe terhadap kemenangan salah satu paslon dalam Pemilu.  Dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, (UU Pilkada) juga menyatakan bahwa Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara, Anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat kaputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Yandri Susanto selaku Menteri, yang mana Menteri merupakan Pejabat Pemerintah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Dalam hal ini, dengan tegas Mendes Yandri telah melanggar netralitas sebagai Pejabat Negara. Hal tersebut tentu saja berdampak bagi demokrasi di Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi demokrasi yang mana keberpihakan terhadap kepentingan seluruh rakyat merupakan salah satu bentuk dari demokrasi. Sedangkan keberpihakan birokrasi terhadap salah satu kekuatan partai politik merupakan cara untuk membuka peluang terhadap penyalahgunaan kewenangan yang merupakan bibit dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu, pentingnya netralitas birokrasi dalam Pemilihan Umum termasuk Pemilihan Bupati.

Dalam hal ini, tidak seharusnya Mendes Yandri menunjukan keberpihakannya terhadap paslon nomor urut 2 sekalipun itu merupakan istrinya, karena itu akan menguntungkan salah satu pasangan calon. Mendes Yandri juga tidak seharusnya mengaitkan antara kewenangan dengan kepentingan dengan membuat keputusan terhadap kepala desa dengan menyisipkan kepentingannya terhadap keuntungan partai politik. Atas terjadinya kasus ini, sangat disayangkan karena harus dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU), karena jika kita lihat dari segi efektivitas dan efisiensinya, pemungutan suara ulang kurang efektif dan efisien karena PSU menuntut sebuah proses pengulangan yang berkonsekuensi pada waktu dan anggaran. (Opini)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url